SELAMA ini pemasaran keripik pedas biasanya
dititipkan di warung atau dijual secara eceran. Tapi di tangan Reza
Nurhilman, keripik pedas bisa jauh menjangkau kalangan lebih atas.
Keripik pedas bermerek Ma Icih yang dipasarkan Reza tidak
didistribukan ke warung- waung. Reza menjualnya secara eksklusif dengan
meminta konsumen datang ke spot penjualan yang sudah ia tentukan tiap
harinya.
Setiap pagi, Reza dan timnya memberikan informasi lokasi penjualan
keripik pedas Ma Icih melalui jejaring sosial Twitter atau Facebook.
Misalnya, pada hari tertentu, ia mentweet
status bahwa penjualan Ma Icih dilakukan di Dago, berarti pembeli harus
datang ke Dago. Keesokan harinya, spot penjualan akan dilakukan di
tempat berbeda.
Biasanya mereka berjualan dengan menggunakan mobil atau bekerja sama
dengan kafe tertentu. Sistem pemasaran seperti ini membuat keripik Ma
Icih menjadi eksklusif karena tidak dijual secara bebas.
Tidak heran jika tiap harinya, spot penjualan Ma Icih selalu dipenuhi
oleh para icihers (sebutan untuk penyuka keripik Ma Icih). Mereka juga
rela mengantre demi mendapatkan keripik tersebut.
“Sistem pemasaran seperti ini tidak akan saya ubah. Walaupun banyak
keripik pedas lain, tapi Ma Icih sudah jadi trade mark Kota Bandung.
Kalau saya simpan di toko-toko, jangka panjangnya, terlalu riskan. Kalau
dengan begini, keripik Ma Icih jadi eksklusif dan bikin pembeli
penasaran, ” kata Reza, Presiden Manajemen Ma Icih, ketika ditemui Tribun, saat launching produk terbaru Ma Icih di Braga Kafe, Jalan Braga depan kantor bjb, Sabtu (12/3) lalu.
Saat launching tersebut, antrean pembeli mengular hingga
keluar kafe. Para peminat Ma Icih sudah antre sejak pukul 17.00, padahal
pemesanan baru dibuka pukul 18.00. Para pembeli dibatasi maksimal tiga
bungkus untuk semua varian. Dalam kantung kresek yang dibawa para
pembeli tersebut tertulis ”I’m the lucky who got this thing”.
Selain sistem pemasarannya yang unik dan peran serta situs jejaring
sosial, Reza mengatakan Keripik Ma Icih juga bisa sukses karena bantuan
promosi dari mulut ke mulut para pembelinya.
“Twitter dan Facebook sangat membantu pemasaran Ma Icih. Selain itu,
komunikasi dengan pembeli juga bisa dua arah. Kami bisa menerima saran
dan masukan secara langsung dari para pembeli, jadi lebih terbuka,” ujar
Reza.
Ditanya soal pabrik pembuatan keripik pedas Ma Icih, Reza mengatakan
bahwa pembuatannya tidak dilakukan di pabrik besar, namun disebar di
berbagai home industry.
“Pabriknya ada di daerah Ciwaruga. Pembuatan Ma Icih ini dilakukan secara home industry. Jadi bisa membantu para pengusaha home industry juga,” katanya.
Reza dan timnya bisa menjual lebih dari 2.000 bungkus per hari.
Dengan harga kisaran antara Rp 11.000-Rp 16.000 untuk segala varian,
yakni keripik singkong pedas, baso goreng (basreng), dan kerupuk lada
gurilem, Reza bisa mengantungi omset sekitar Rp 22 juta per hari.
Manajemen juga sengaja membatasi jumlah maksimal pembelian keripik
kepada pembeli karena keterbatasan kapasitas produksi.
“Biasanya dalam sejam langsung habis. Itu kenapa kami membatasi
pembeli untuk membeli tiga bungkus. Soalnya kalau belinya bebas, nanti
pembeli lain yang sudah jauh- jauh datang dan antre nggak kebagian dan
kecewa,” kata Reza.
Apa yang membuat keripik Ma Icih digemari, tentu karena rasa pedasnya
itu. Sebagian menyebutknya keripik setan karena saking pedasnya.
Keripik Ma Icih terdiri dari berbagai varian dan berbagai tingkat pedas.
Untuk keripik singkong, ada tiga tingkat pedas, yakni level tiga, lima,
dan sepuluh. Sedangkan untuk basreng, dan kerupuk gurilem, hanya ada
satu tingkatan.
“Level paling rendah itu level tiga untuk keripik singkong, yang
lainnya nggak ada tingkatan. Tapi level tiga juga udah pedes,” kata
Reza.
Untuk memasarkan keripik Ma Icih, ia dibantu oleh rekanrekannya.
Sampai saat ini, ia sudah memiliki lebih dari 20 jenderal (sebutan untuk
pegawai Ma Icih) yang tersebar di berbagai kawasan di Bandung. Selain
itu, ia juga menjual produknya di Jakarta, Yogyakarta, Bekasi, di daerah
sekitar Jawa Barat, dan beberapa kota lain di Indonesia.
“Biasanya yang jadi jenderal itu temen-temen. Ada yang kerja di suatu
kota, ya sekalian memasarkan Ma Icih. Yang membantu memasarkan sudah
lebih dari 20 orang di Bandung, di luar Bandung dan luar pulau juga ada.
Bisa dikatakan, merekalah orang- orang yang berjasa membesarkan Ma Icih
sampai seperti ini,” kata Reza.
Ia menuturkan kesuksesan Ma Icih bermula dari pertemuannya dengan
seorang nenek tua tiga tahun silam. Nenek tua ini mengetahui bagaimana
resep pembuatan keripik pedas. Dari situlah, otak bisnis Reza muncul. Ia
kemudian mengambil alih manajerial Ma Icih dan mulai menjalankan
bisnisnya dengan strategi pemasaran tersebut. Namun Reza belum mau
memunculkan sosok nenek tersebut ke publik.
“Saya sengaja merahasiakan sosok pembuat keripik Ma Icih karena suatu saat saya ingin membuat seminar, history of Ma Icih, yang menghadirkan nenek itu. Biar semua orang penasaran,” ujarnya.
Dari hasil penjualan Ma Icih, lelaki berusia 23 tahun ini bisa
membiayai kuliahnya sendiri. Saat ini ia tercatat sebagai mahasiswa
Jurusan Manajemen di Univeristas Kristen Maranatha Bandung.
“Sebelum berbisnis di Ma Icih, saya sempat berbisnis macam-macam
selama empat tahun. Saya sudah tidak punya ayah, makanya saya nggak mau
ngebebani keluarga. Alhamdulillah, saya bertemu dengan Ma Icih. Dan
sekarang bisangebiayain kuliah sendiri,” ujar Reza.
Selain membuat seminar, ia juga ingin membuat kafe khusus Ma Icih
agar para penggemar keripik tersebut tak perlu susah-susah mengantre.
“Untuk jangka pendek, saya ingin buat kaus Ma Icih. Semacam merchandise Ma Icih. Saya juga berharap keripik Ma Icih ini bisa menjadi produk nasional, tapi tetap dijual secara eksklusif,” kata Reza. (*)
sumber
0 komentar:
Posting Komentar